Press Release Kegiatan “Mengaktifkan Kembali Kebebasan Masyarakat Sipil” Bersama KontraS - LPPMD Unpad

Jumat, 22 April 2022

Press Release Kegiatan “Mengaktifkan Kembali Kebebasan Masyarakat Sipil” Bersama KontraS

Koleksi Pribadi Aditya

Oleh: Aditya Bagja Wicaksono (Kader LPPMD 41)


Akhir April lalu, KontraS mengadakan sebuah pelatihan dengan tema “Mengaktifkan Kembali Kebebasan Masyarakat Sipil”. Kegiatan ini membahas perihal kebebasan masyarakat sipil dalam pembelaan HAM dan berfokus pada isu Myanmar yang sedang terjadi pelanggaran HAM, terutama membahas mengenai krisis kemanusiaan dan junta militer yang terjadi di Myanmar.


Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 28 – 30 Maret di CO&CO Space, Dipatiukur, Kota Bandung. Dalam kegiatan tersebut, dilibatkan pula berbagai organisasi baik organisasi mahasiswa maupun organisasi masyarakat sipil lainnya. LPPMD merupakan salah satu organisasi yang diundang untuk hadir dalam pelatihan tersebut.


Kawan-kawan di LPPMD menyarankan saya (Aditya) sebagai perwakilan LPPMD di acara pelatihan yang diadakan oleh KontraS tersebut. Status saya sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, merupakan salah satu alasan mengapa saya dipilih menjadi perwakilan dari LPPMD. Jujur saja tawaran tersebut membuat saya dilematik karena saya masih merasa belum siap untuk mewakilkan LPPMD. Bukan hanya pengetahuan saya yang masih kurang, tetapi ketakutan saya dalam merepresentasikan LPPMD kepada orang-orang yang hadir dalam kegiatan tersebut merupakan kekhawatiran saya yang utama.


Tetapi, saya merasa tertantang atas tawaran tersebut. Terlebih lagi, saya sepakat dengan kawan-kawan LPPMD dimana saya merupakan mahasiswa Fakultas Hukum, yang mana pembahasan dalam kegiatan tersebut sangat bersangkutan dengan pendidikan yang saya jalankan. Saya juga perlu membuktikan kepada kawan-kawan LPPMD bahwa saya memiliki niat untuk berkontribusi dalam organisasi ini. Bermodalkan kenekatan dan bahan bacaan yang diberikan oleh kawan-kawan, akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan amanah organisasi.


Pada hari pertama 28 Maret 2022, saya cukup dikagetkan dengan kedatangan Kak Fatia, yang mana seperti kita ketahui ia sedang menghadapi sebuah kasus yang tidak sepele. Namun saya mengapresiasi betul atas sikap santai beliau yang masih menyempatkan untuk memberi pelatihan kepada kami. Agenda hari pertama berupa konsolidasi yang berisi pembukaan acara, meliputi: alasan kegiatan tersebut dilangsungkan, situasi pasca junta di Myanmar, dan membahas sedikit tentang materi seperti apa yang akan dipaparkan pada hari-hari berikutnya.


Setelah pembukaan acara, rangkaian selanjutnya merupakan agenda rencana tindak lanjut. Pada rangkaian ini, para peserta dibagi kelompok dengan cara menghitung 1 sampai 5, hingga terbentuk 3 kelompok yang beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok ditugaskan untuk merancang langkah kampanye seperti apa yang akan dilangsungkan kemudian hari.


Setelah diskusi kelompok usai, setiap kelompok harus mempresentasikannya di depan kawan-kawan yang lain. Buah hasil diskusi tersebut, rencananya akan dibagi secara merata kepada organisasi-organisasi yang perwakilannya hadir dalam acara tersebut. Setelah acara selesai, kami –para peserta, diberi buah tangan berupa zip dan buku catatan dari KontraS. Tentunya, buah tangan tersebut cukup berkesan bagi saya.

Pada Selasa, 29 Maret 2022 merupakan hari kedua dari rangkaian kegiatan pelatihan yang diadakan oleh KontraS. Agenda hari berisi pemaparan materi yang disampaikan langsung oleh dua perwakilan KontraS, yaitu Fatia Maulidiyanti dan Rozy Brilian. Pematerian terbagi menjadi 3 sesi, yaitu “Pengenalan Dasar-Dasar HAM” yang diisi oleh Fatia Maulidiyanti, “Pengantar Kebebasan Sipil” dan “Mengenal Fenomena Penyusutan Kebebasan Sipil” yang diisi oleh Rozy Brilian.


Pada materi pertama, Fatia memaparkan pembahasan berjudul “Pengenalan Dasar-Dasar HAM” yang menjelaskan definisi HAM, perbedaan hak dan HAM, kewajiban hak dan kewajiban negara, sejarah perkembangan dan pelanggaran HAM di Indonesia, dan jenis-jenis HAM. Materi kedua disampaikan oleh Rozy Brilian dengan materi yang berjudul “Pengantar Kebebasan Sipil”. Pada materi ini Rozy menjelaskan mengenai kondisi kebebasan sipil di Indonesia, ancaman dari kebebasan sipil di Indonesia, dan akar dari kemerosotan kebebasan sipil Indonesia. Materi ketiga sekaligus menjadi paparan materi terakhir juga disampaikan oleh Rozy Brilian yang membahas mengenai “Mengenal Fenomena Penyusutan Kebebasan Sipil”. Pada materi ini Rozy menjelaskan fenomena penyempitan ruang kebebasan sipil, hak dasar dari kebebasan sipil, pembatasan dalam hak sipil, juga peran masyarakat sipil dan akademik dalam pembangunan.


Di akhir acara, kami mengabadikan momen dengan foto bersama.


***


Pada hari ketiga, 30 Maret 2022, dibagi menjadi 3 sesi pemaparan dan sesi rancangan tindak lanjut di akhir acara. Pada sesi pertama, materi berjudul “Live Rating: Obstructed” dipaparkan oleh Fatia Maulidiyanti. Materi ini mencakup 3 asas penggunaan kekuatan polisi, tren kekerasan (oleh aparatur negara) yang terjadi di Indonesia, kunci persoalan mengapa kekerasan masih terjadi di Indonesia, dan peluang untuk membersihkan kekerasan di Indonesia. Saat istirahat berlangsung, kami cukup dikagetkan dengan kehadiran Teh Eva, di mana kita ketahui bahwa nama Tamansari melekat pada dirinya. Dikenal sebagai aktivis HAM yang gencar melawan penggusuran di wilayah Kota Bandung, khususnya di Tamansari. Teh Eva datang untuk mengobrol santai dengan Fatia juga rekan-rekan lainnya. Ia juga mengikuti paparan materi sesi kedua lalu pulang terlebih dahulu.


Sesi kedua dimulai dengan pemaparan materi yang diberikan oleh Rozy dengan judul “Perlindungan Pembela HAM”. Materi ini mencakup penjelasan soal apa itu civil society, definisi pembela HAM, sikap pemerintah terhadap pembela HAM, kualifikasi pembela HAM yang dilindungi, bagaimana pelaksanaan perlindungan pembela HAM, langkah untuk mengurangi resiko ancaman untuk pembela HAM, hingga bagaimana tips ketika mendapatkan ancaman. Materi terakhir disampaikan oleh Rayyan yang bertemakan “Konsep Advokasi HAM Internasional” materi ini mencakup Mekanisme Advokasi HAM Internasional dan Bentuk-bentuk Advokasi HAM Internasional.


Setelah pematerian selesai, seperti pada hari pertama, kami masuk dalam rangkaian Rancangan Tindak Lanjut (RTL). Kami dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok ditugaskan untuk merancang konsep kampanye seperti apa yang akan dilangsungkan kemudian hari. Setelah diskusi kelompok usai, setiap kelompok harus mempresentasikannya di depan kawan-kawan yang lain. Buah hasil diskusi tersebut, diharapkan dapat menjadi langkah awal kedepannya untuk membangun kebebasan sipil di Indonesia. Setelah sesi membuat Rancangan Tindak Lanjut (RTL) berakhir, kegiatan pelatihan ini pun resmi berakhir. Sebelum para peserta dipersilakan untuk pulang, tentunya kami mengabadikan momen dengan foto bersama.


***


Tentunya banyak cerita dan kesan selama mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan yang diadakan oleh KontraS selama tiga hari. Meski tiga hari merupakan waktu yang cukup singkat, tetapi setidaknya saya dapat cukup mengerti bahwa kondisi hak asasi manusia di Indonesia dan Asia Tenggara belum mendapatkan perhatian yang baik.


Peristiwa di Myanmar tentunya sangat menggambarkan pengabaian terhadap HAM, terutama ketika militer berkuasa dan merenggut berbagai hak asasi manusia masyarakat sipil. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat seperti mogok kerja dan demonstrasi pun direspon dengan tindakan represif, baik penembakan, pemukulan, penculikan, dan lain sebagainya.


Dalam mekanisme advokasi HAM internasional, hukum internasional pun masih terlihat abu-abu dalam memandang aksi kudeta militer. Piagam PBB hanya mengatur prinsip kesetaraan dan non-intervensi, di mana semua negara berada dalam posisi yang sama dan tidak boleh ikut campur dalam urusan negara lain. Aturan tersebut digunakan oleh pihak militer Myanmar sebagai senjata untuk menolak intervensi atau bantuan dari pihak lain. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan prinsip dari HAM itu sendiri yang bersifat universal, di mana HAM tidak memiliki batasan apapun.


Bahkan, organisasi ASEAN sebagai organisasi antar negara terbesar di Asia Tenggara seolah-olah tidak mengetahui kejadian kudeta militer di Myanmar. Meski ASEAN sempat mengadakan pertemuan pada 24 April 2021 dan menghasilkan lima poin penting dalam persoalan kudeta militer di Myanmar, tetapi hingga tulisan ini diterbitkan implementasi dari lima poin tersebut belum dilakukan. Hal itu pula yang mendorong KontraS mengadakan kegiatan pelatihan ini, dengan salah satu tujuannya untuk menuntut kepada pemerintah Indonesia dan ASEAN untuk mengimplementasikan lima poin yang disepakati dalam pertemuan April tahun lalu.


Indonesia sendiri dinilai melegitimasi peristiwa kudeta oleh militer di Myanmar dengan mengadakan pertemuan bersama salah satu pejabat militer Myanmar beberapa waktu lalu. Penilaian tersebut semakin menguat tatkala pemerintah Indonesia menolak para pengungsi Myanmar untuk masuk ke wilayah Indonesia .


Ketidakpuasan masyarakat Asia Tenggara terhadap buruknya para negara dan ASEAN menanggapi junta militer di Myanmar menginisiasi terbentuknya Milk Tea Alliance di berbagai negara seperti Singapura, Myanmar, Indonesia, dan lain-lain. Peristiwa yang terjadi di Myanmar sangatlah penting untuk diperhatikan, terlebih oleh masyarakat Indonesia. Karena ini merupakan sebuah peristiwa yang memiliki kaitan erat dengan HAM, juga segaris dengan persoalan yang terjadi di Papua, di mana pemerintah melakukan pendekatan militeristik dalam menangani persoalan yang terjadi di Papua dan akibatnya banyak pelanggaran HAM terjadi di Papua.


Sebagai seorang mahasiswa fakultas hukum, saya merasa bahwa materi-materi yang disampaikan pada pelatihan tersebut dapat menunjang saya dalam pendalaman materi yang akan saya tekuni di kemudian hari. Mengingat, saya memang memiliki ketertarikan untuk mengambil penjurusan yang berkaitan dengan Hukum dan HAM. Pematerian yang diberikan pun, saya rasa sangat mudah untuk dicerna para peserta, karena bagi saya terdapat beberapa hal yang sebetulnya tidak saya dapatkan di kampus, salah satunya adalah bertemu lingkungan belajar tanpa memandang status apa pun. Selain itu, suasana yang tidak terlalu kaku menjadikan saya untuk lebih menikmati pelatihan yang diberikan.


Akhir kata, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan LPPMD karena telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh KontraS. Tentunya saya juga berterima kasih kepada KontraS yang telah mengadakan pelatihan tersebut dan mengundang LPPMD sebagai salah satu peserta –yang kebetulan saya merupakan anggota di dalamnya. Terakhir saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan yang hadir dalam pelatihan tersebut karena telah membuat suasana lingkungan belajar yang egaliter.

Tidak ada komentar: