Merefleksikan Kembali Pemilu Kita - LPPMD Unpad

Senin, 29 Mei 2023

Merefleksikan Kembali Pemilu Kita

  


Sumber Ilustrasi karya Kiagus Aulianshah/Beritagar.id; https://beritagar.id


    

            Oleh Noki Dwi Nugroho


Sebagai sebuah negara yang mendaku diri sebagai negara yang demokratis, keterlibatan warga negara dalam kehidupan politik suatu negara adalah hal yang fundamental, mengingat esensi dari demokrasi itu sendiri yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Dalam hal ini, proses Pemilihan Umum (Pemilu) seringkali digunakan sebagai indikator sebuah negara dapat dikatakan demokratis atau tidak. Hal ini mengingat Pemilu merupakan sarana di mana rakyat dapat secara langsung memilih pemimpin yang dirasa tepat untuk memimpin mereka dalam periode tertentu.


Di Indonesia sendiri, proses Pemilu sudah berlangsung sejak Indonesia berusia 10 tahun. Sejak dilaksanakan pertama kali pada 1955, Pemilu di Indonesia sudah banyak sekali mengalami dinamika, mulai dari pergantian sistem Pemilu tertutup ke terbuka, dan dinamika lainnya. Dengan diselenggarakannya Pemilu sebagai proses akumulasi kepentingan masyarakat, harapannya Pemilu dapat dijadikan momentum untuk menghasilkan pemimpin yang dapat membawa Indonesia pada kesejahteraan. Namun, melihat kenyataan di negeri ini, Pemilu yang alih-alih dapat menjadi momentum untuk membawa kesejahteraan bagi negeri ini justru hanya menjadi momentum pertarungan politisi dan pertarungan kepentingan para oligark. Hal ini dibuktikan dari data World Inequality Report pada 2022 yang menyebutkan tingkat kesenjangan ekonomi di Indonesia yang tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak dua dekade terakhir. Permasalahan mengenai kesejahteraan yang hanya dirasakan oleh sekelompok kecil rakyat Indonesia perlu menjadi fokus perhatian mengingat hal ini akan berimplikasi kepada bagaimana proses Pemilu yang sudah berlangsung di Indonesia nyatanya merupakan medan pertempuran bagi para oligark dalam mengamankan kepentingannya.


Jeffrey Winters dalam tesisnya yang berjudul Oligarki menjelaskan bagaimana para oligark dapat menjalankan kepentingannya di pemerintahan demokrasi yang seharusnya rakyat menjadi aktor utama dalam urusan politik. Sebelumnya, menjadi sangat penting untuk memahami konsep oligarki yang dimaksud oleh Jeffrey Winters. Dalam tesisnya, Ia menjelaskan oligarki sebagai sebuah pemerintahan yang dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan kekayaan (Winters, 2011). Lebih lanjut, Winters juga menyebut "oligark" sebagai subjek yang menjadi bagian oligarki. Dalam konteks negara demokrasi, oligarki dapat menjalankan kepentingannya melalui proses-proses yang "demokratis". Dalam hal ini, para oligark menjadikan momen Pemilu sebagai cara mereka untuk dapat menjalankan kepentingannya. Dalam kontestasi, para oligark dapat secara langsung terlibat atau bermain di belakang layar sebagai penyokong dana untuk seseorang agar dapat memenangkan kontestasi. Sebagai imbalannya, politisi yang dibantu pendanaanya oleh para oligark harus "mengabdi" kepadanya. Sebagai bukti nyata, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Pacul pada rapat kerja bersama Menko Polhukam secara gamblang menyebutkan bahwa dalam lobi-lobi politik harus terdapat persetujuan dari "juragan" para pejabat parlemen. Hal ini menjadi sebuah ironi, ketika anggota legislatif yang seharusnya mengabdi kepada masyarakat justru mengabdi kepada "juragan-juragan" mereka di atas. Partai politik yang seharusnya menjadi kendaraan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat justru dibajak oleh kekuatan oligarki.


Melihat realitas yang terjadi di negeri ini, perlu kembali untuk merefleksikan kembali bagaimana proses Pemilu yang terjadi di negara kita. Jika kemudian Pemilu digunakan sebagai sarana pertarungan kepentingan oligarki, menjadi sebuah hal yang wajar jika terdapat kelompok masyarakat yang acuh terhadap gelaran Pemilu. Selain itu, perdebatan pemilu terbuka dan tertutup juga menjadi satu hal yang tidak berguna jika nyatanya bagaimanapun sistemnya, jika kesadaran untuk membawa rakyat kepada kesejahteraan tidak dimiliki oleh partai hal ini akan menjadi omong kosong yang besar.

1 komentar: