Maret 2018 - LPPMD Unpad

Selasa, 27 Maret 2018

Press Release Diskusi Kurikulum II: Filsafat Etika

Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Unpad menggelar diskusi kurikulum untuk kader-kader LPPMD dalam tahun kepengurusan 2017/2018 pada Kamis (22/3). Diskusi kurikulum yang bertemakan ‘Filsafat Etika’ dipantik oleh Nuraeni, dosen Hubungan Internasional FISIP Unpad dan Justito Adiprasetyo, dosen Jurnalistik Fikom Unpad.
Diskusi yang diadakan di Ruangan Diskusi, Bale Pabukon sayap kanan, Kampus Unpad Jatinangor tersebut dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama membahas pengantar etika yang dipantik oleh Nuraeni. Di sini, Nuraeni memaparkan filsafat secara umum dan jenis-jenis yang ada di dalam perspektif etika
Menurut Nuraeni, Filsafat memiliki empat cabang utama, yakni epistemologi, ontologi, etika, dan logika. Epistemologi memplejari bagaimana pengetahuan dibentuk. Ontologi, mempelajari bagaimana suatu hakikat atas suatu pengetahuan. Filsafata etika, berbicara mengenai bagaimana laku manusia seharusnya dijalankan. Terakhir, adalah filsafat logika.
Selanjutnya, Nuraeni menambahkan kalau filsafat etika sebagai cabang utama filsafat. Etika, termasuk ke dalam filsafat moral dan filsafat praktis. Etika, mempelajari bagaimana seharusnya hubungan antara manusia dengan manusia lain. Perbedaan antara etika dengan moral diartikan secara berbeda oleh filsuf. Dari kedalamannya, etika lebih dalam daripada moral. Keadilan menjadi subjek besar dari cakupan bahasan keduanya.
Filsuf etika besar, salah satunya adalah Adam Smith. Sebelum menghasilkan idenya soal ekonomi politik lewat The Wealth of Nation, ia telah menawarkan idenya mengenai etika kehidupan dalam Teory of Moral Sentiment.  
Lebih jauh lagi, Plato mengawali filsafat etika dengan Keutamaan yang menurutnya terkandung di dalam setiap manusia. Manusia, selalu terarah menuju keutamaan. Menuju kebaikan. Itu bekerja karena kebaikan ada dalam jiwa manusia.
Keutamaan yang ditawarkan oleh Plato adalah salah satu aliran utama dalam Filsafat Etika. Aliran lainnya, diantaranya, teleologis, deontologis, utilitarian, eksistensialis, meta-ethics. Teleologis, berpandangan bahwa kehidupan akan berjalan sesuai dengan tujuannya. Tujuan, dengan demikian, jadi pembahasan utama dalam teleologis. Aliran ini pun punya cabang alirannya, beberapa di antaranya adalah teologis, hedonis, dll.
Deontologis adalah etika Kewajiban. Tokoh utamanya adalah Immanuel Kant, yang mengatakan bahwa manusia pada dasarnya menyadari nilai kewajiban. Buktinya, kecelakaan yang menimpa orang yang tenggelam memaksa orang yang menyaksikan untuk menolong. Ini terjadi karena rasio manusia terstruktur untuk menempuh kewajiban-kewajiban yang dihadapkan kepadanya. Tindakan tersebut tidak dilandaska oleh alasan-alasan tertentu, tapi dilandaskan oleh maxim yang megharuskan universalitas bagi seluruh manusia berlaku. Ex: aku tidak akan menyakiti orang karena aku tidak suka sakit.
Utilitarian berpandangan bahwa yang baik dan benar adalah yang menguntungkan, bukan karena sesuatu itu benar sedari awalnya. Filsafat ini sering didapatkan dalam praktik politik. Meta-ethics, mempertanyakan relevansi dari perkembangan ilmu dan konsekuensi yang menyertainya bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya, diskusi berlanjut dengan pemberian pantikan diskusi yang disampaikan oleh Justito Adiprasetyo. Justito memulai penjelasan dari kontestasi Empirisme antara Rasionalisme (Descartes,  Leibniz (Eropa Kontinen) dan Inggris). Immanuel Kant menengahi keduanya dengan membatalkan posisi keduanya yang ekstrim di masing-masing pihak. Ia melontarkan kritik pada keduanya, bagi rasionalisme ia berusaha menjelaskan sacra total pure reason dan mencari celah pada yang terjelaskan tersebut. Nomena, kualitas objektif yang bersifat empiris dijangkau, sedekat mungkin, dengan pengetahuan tentang alam yang bersifat apriori. Tanpa pengetahuan tersebut, ia akan terjebak dalam keterbaasan antara manusia dengan apa yang di luar dirinya oleh ruang dan waktu. Itu semua ditawarkan oleh Kant untuk menghubungkan empirisme dengan rasionalisme.
Selain usahanya menjembatani keduanya, ia berasumsi mengenai etika yang mengatur kehidupan manusia. Etika, baginya, harus berlaku secara universal, Law of Nature menjelaskan maksudnya ini. Etika universal dilandaskan oleh imperatif kategori, yakni The formal of Humanity dan The Formality of Autonomy.
Etika Kantian berhadapan dengan oposisinya, etika utilitarianisme. Konsep psychological egoism milik Jeremy Bentham dan rule of utilitarianism. Yang pertama membenarkan kegunaan mayoritas, walaupun mengorbankan hak minoritas. Yang kedua memperbaiki yang pertama dengan kegunaan harus ditujukan untuk social liberty.
Selanjutnya, Justito menjelaskan etika Marxian. Bagi mazhab ini, moralitas adalah produk sosiologis dan historis. Pada zaman perbudakan, moralitas mengafirmasikan praktik budak-tuan. Etika, bagi Marx, adalah manusia harus mengatasi realitas objektif dengan ide-ide yang bertolak dari realitas itu sendiri. Secara lebih jelas, yang seharusnya dirubah adalah basic-structure dari tatanan sosial. 
Diskusi berakhir dengan tanya jawab singkat dari kader-kader LPPMD satu sama lain. Berbagai pertanyaan tidak hanya datang dari peserta diskusi, tetapi juga dari pemantik diskusi. Pertanyaan, tanggapan, dan jawaban yang berlangsung di dalam diskusi berhasil membuat jalannya diskusi yang interaktif.

Jumat, 16 Maret 2018

Press Release Diskusi Kurikulum I: Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial

Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Unpad menggelar diskusi kurikulum untuk kader-kader LPPMD dalam tahun kepengurusan 2017/2018 pada Kamis (15/3). Diskusi kurikulum yang bertemakan ‘Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial’ dipantik oleh Davin Ramon, mahasiswa Sosiologi FISIP Unpad dan Dicky Ermandara, staff pengajar Antropologi FISIP Unpad.
Menurut Aditya Fathurrahman, Kepala Divisi Pendidikan LPPMD, diskusi ini diadakan untuk memperkuat pengetahuan kader akan dasar-dasar perjuangan LPPMD Unpad. Selain itu, diskusi ini juga merupakan upaya membiasakan budaya diskusi terbuka dalam forum yang menjadi ciri khas dari kader LPPMD.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, diskusi kali ini diadakan dua kali dalam sebulan. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian terhadap kurikulum dan tema besar yang dirancang oleh LPPMD. “Kami mengambil tema ‘Mempertanyakan Pembangunan’ sehingga butuh penyesuaian kurikulum,” jelas Fathur.
Diskusi yang diadakan di Sekretariat LPPMD, UKM Barat, Kampus Unpad Jatinangor tersebut dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama membahas pengetahuan dasar dan pengantar sosiologi yang dipantik oleh Davin. Pada sesi ini, Davin membahas kedudukan dan posisi sosiologi sebagai ilmu, hingga definisi terkait sistem dan struktur sosial.
Menurut Davin, seringkali terjadi perdebatan tentang mazhab dan perspektif yang semestinya digunakan dalam memandang Sosiologi. Namun, pengkajian sosiologi tidak bisa disempitkan antara perspektif struktural fungsional atau perspektif konflik karena sosiologi pada hakikatnya adalah ilmu yang sangat abstrak dan mampu dikaji dari perspektif manapun. Hal ini akan membuat Sosiologi menemukan perspektif kebenarannya tersendiri. Dalam hakikatnya juga, sosiologi dipandang sebagai Interaksi sosial yang selalu ada dalam kelompok sosial selalu menggunakan simbol untuk berkomunikasi, di mana simbol yang abstrak tersebut terkristal lagi menjadi berbagai jenis seperti bahasa, gestur, dan isyarat lainnya.
Pada sesi kedua, diskusi dilanjutkan dengan pembahasan perubahan sosial yang dibawakan oleh Dicky. Sesi ini sendiri dipantik lewat sebuah esai berjudul ‘Kapitalisme dan Perubahan Sosial: Relasi Struktur dan Agen’. Dalam esai tersebut, Dicky menjelaskan perihal sumbangsih Marx sebagai ‘ahli kapitalisme’ dalam melihat sejarah dan ekonomi politik dalam menyikapi perubahan sosial. Dalam pandangan Dicky, Marx membagi realitas ke dalam tiga poin penting yakni Suprastruktur, Produksi Sosial, dan Tenaga Produktif.
Menurut Dicky, tenaga produktif yang mencakup alam, perkakas, dan tenaga kerja akan selalu berkonflik  dengan hubungan produksi. Dari sinilah akan dimulai era revolusi sosial. “Itu alasan kenapa saya menyebut Marx sebagai ahli revolusi,” papar Dicky.

Pada bagian akhir diskusi, sesi pertanyaan diberikan khusus untuk memberikan ruang atas rasa penasaran anggota LPPMD dan membuka ruang diskusi yang interaktif. Berbagai pertanyaan tidak hanya datang dari peserta diskusi, tetapi juga dari pemantik diskusi. Pertanyaan, tanggapan, dan jawaban yang berlangsung di dalam diskusi berhasil membuat jalannya diskusi yang interaktif.

Kamis, 15 Maret 2018

Sosiologi: Suatu Pengantar Singkat
Sosiologi : Suatu Pengantar Singkat
oleh Davin Ramon D
Mahasiswa Sosiologi 2014


Sosiologi merupakan suatu ilmu murni yang membahas mengenai interaksi antar manusia di dalam suatu masyarakat. Sosiologi berasal dari kata socius yang berarti pertemanan dan logos yang berarti ilmu. Secara hakikat sosiologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari “pertemanan”. Dalam arti kata interaksi antara manusia yang dimunculkan melalui interaksi sosial didalam suatu masyarakat yang tidak terlepas dari struktur-struktur didalam masyarakat itu sendiri, dari sinilah akar dualitas didalam sosiologi yang acapkali menjadi suatu bentuk perdebatan antar dua mazhab besar di dalam sosiologi, yang terkait dengan konsep-konsep mendasar seperti interaksi, struktur-sistem, kelompok dan institusi sosial.
Sosiologi sendiri sebagai suatu ilmu, memiliki sifat mendasar satu empiris (berdasarkan fakta yang ada dilapangan), positivistik (terikat oleh kaidah2 ilmu pengetahuan dan objektif), non-etis (bersifat bebas nilai dan non-judgemental).
Sosiologi muncul pada awalnya di perancis dipelopori oleh Auguste Comte. Comte menekankan pentingnya untuk mendalami gejala-gejala sosial yang muncul di Perancis pada saat itu tetapi secara singkat gagasan Comte hanyalah merupakan suatu bentuk pemikiran filsafat dikarenakan pemikirannya hanyalah suatu bentuk abstraksi semata, melalui pemikiran hukum tiga tahapnya. Hingga kemudian Emile Durkheim, meresmikan sosiologi sebagai suatu ilmu yang objektif melalui acuan metodologi yang bersifat positivistik dan konsep mengenai fakta sosialnya. Selain Durkheim, terdapat ahli-ahli lain di dalam sosiologi seperti Max Weber dengan konsepnya mengenai Verstehen, tindakan sosial dan birokrasi-rasionalisasinya. Karl Marx mengenai pembahasannya mengenai logika kapitalis dan kapitalismenya yang tidak jauh dari hubungan Borjuis-Proletar, perjuangan kelas dan alienasinya. dan terakhir, George Simmel mengenai pembahasannya mengenai jarak sosial dan hubungan  dyad-triad. Pemikir-pemikir tersebut digolongkan dalam pemikir sosiologi klasik.
Memasuki sosiologi modern, terdapat beberapa perspektif yang ada, yaitu perspektif Fungsional Struktural, yang menjelaskan bahwa masyarakat merupakan suatu organisme biologis yang saling mempengaruhi dan beradaptasi sehingga masyarakat selalu dalam keadaan ekuilibrium. Perspektif konflik yang merupakan antithesis dari perspektif struktural fungsional, perspektif ini melihat bahwa masyarakat tersusun atas dinamika konfliktual. Dan perspektif simbolis. Perspektif ini melihat suatu bentuk masyarakat tersusun atas suatu interaksi simbolis yang dilakukan oleh aktor. Disini lah suatu bentuk boundary antara sosiologi makro dan mikro semakin diperjelas.
Untuk memiliki pemahaman mengenai masyarakat, kembali kepada konsep-konsep mendasar dalam sosiologi seperti interaksi sosial, kelompok sosial, struktur-sistem sosial dan institusi sosial. dikarenakan beberapa konsep memerlukan suatu abstraksi disinilah peran dari imajinasi sosiologi sebagai suatu alat bantu analisis untuk mendapatkan pemahaman konsep-konsep dalam sosiologi agar lebih mendalam. Dengan pemahaman konsep, pemahaman teori akan cenderung mudah.
Tentunya untuk memahami sosiologi agar mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu masyarakat diperlukan suatu landasan teoritik dan konsep yang kuat. Dan tentunya juga sosiologi sebagai suatu ilmu yang berparadigma ganda dapat memberikan banyak landasan untuk melihat suatu fenomena dengan berbagai macam sudut pandang.
Kita sebagai suatu kaum intelektual harus memiliki berbagai macam senjata untuk melakukan analisis terhadap berbagai macam fenomena yang ada didalam masyarakat. Dalam konteks sosiologis, konsep dan teori sosiologi merupakan senjata yang kita, sebagai kaum intelektual miliki untuk melakukan analisis sosiologis. Dengan konsep dan teori sebagai pisau analisis, kita dapat mengkaji dan menganalisis berbagai macam fenomena yang terdapat di dalam masyarakat dari fenomena yang klasik seperti masalah sosial di dalam masyarakat  (kriminalitas, kemiskinan, masalah pendudukan, NAPZA), perubahan sosial, solidaritas sosial, relasi sosial bahkan hingga mengkaji kajian kontemporer seperti musik, sub kultur, film, seni bahkan teknologi sekalipun.

Kita sebagai akademisi dan kaum intelektual harus berpikir terbuka dan mengkritisi berbagai hal bahwa, urgensi suatu hal yang dikaji tidak hanya harus sesuatu hal yang bersifat problematic, semua hal dapat dikaji dan dianalisis dengan catatan kita sebagai kaum intelektual harus mampu mengangkat urgensi dari suatu objek fenomena dengan penelitian-penelitian ilmiah terdahulu seperti jurnal, buku, prosiding, skripsi, thesis dan disertasi sebagai suatu batu loncatan untuk mengangkat suatu objek fenomena secara akademis dan ilmiah.